Sejarah teknik 
pendinginan berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia di 
wilayah sub-tropik.  Secara alamiah, manusia yang tinggal di wilayah 
sub-tropik menyadari bahwa bahan pangan yang mudah rusak ternyata dapat 
disimpan lebih lama dan lebih baik pada saat musim dingin dibandingkan 
dengan pada saat musim panas.  Kesadaran inilah yang memandu manusia 
pada saat itu mulai memanfaatkan “es alam” untuk memperpanjang masa 
simpan bahan pangan yang mudah rusak. 
              
Penggunaan es alam ini bahkan masih dilakukan hingga abad ke-20, dan bahkan menurut catatan IIR (Intenational Institute of Refrigeration)
 hingga awal abad ke-20 penggunaan es alam masih lebih banyak 
dibandingkan “es buatan”. Es alam adalah es yang dihasilkan tanpa 
peralatan refrigerasi, baik yang diperoleh dari sungai atau danau yang 
membeku pada musim dingin atau yang sengaja dibekukan secara alamiah 
akibat radiasi termal dari permukaan air ke langit.
Perkembangan teknik 
pendinginan selanjutnya masih terjadi secara tidak sengaja, yaitu 
penggunaan larutan air-garam untuk mendapatkan suhu yang lebih rendah.  
Menurut catatan Ibn Abi Usaibia, seorang penulis Arab, penggunaan 
larutan air-garam ini sudah dilakukan di India sekitar abad ke-4. Garam 
yang digunakan pada larutan tersebut adalah potasium nitrat, sebagaimana
 dicatat oleh seorang dokter Italia bernama Zimara pada tahun 1530 dan 
dokter Spanyol bernama Blas Villafranca pada tahun 1550. Fenomena 
pencampuran garam pada salju untuk mendapatkan suhu lebih rendah baru 
dapat dijelaskan oleh Battista Porta pada tahun 1589 dan Trancredo pada 
tahun 1607.
              
                
                  
 
                          Gambar 1-2. Robert Boyle 
 | 
                  
Teknik
 pendinginan mulai berkembang secara ilmiah sejak abad ke-17, dimulai 
dari penelitian tentang pemantulan melalui efek panas dan dingin yang 
dilakukan oleh Robert Boyle (1627-1691) di Inggris dan Mikhail 
Lomonossov (1711-1765) di Rusia. Selanjutnya, penelitian mengenai 
termometri yang dimulai oleh Galileo dikembangkan kembali oleh Guillaume
 Amontons (1663-1705) di Perancis, Isaac Newton (1642-1727) di Inggris, 
Daniel Fahrenheit (1686-1736) orang German yang bekerja di Inggris dan 
Belanda, René de Réaumur (1683-1757) di Perancis dan Anders Celsius 
(1701-1744) di Swedia. Tiga ilmuwan yang disebutkan terakhir merupakan 
penemu sistem skala pengukuran suhu, dan masing-masing namanya 
diabadikan pada sistem skala tersebut yaitu Fahrenheit, Reaumur dan 
Celsius.  Setelah Anders Celsius menemukan termometer skala centesimal 
pada tahun 1742 di Swedia, disepakati bahwa sistem skala yang digunakan 
pada Sistem Internasional adalah Celsius. 
 | 
                
              
Pada awal abad ke-18, 
William Cullen (1710-1790) menemukan terjadinya penurunan suhu pada saat
 ethyl ether menguap. Cullen, bahkan, pada tahun 1755 berhasil 
mendapatkan sedikit es dengan cara menguapkan air di labu uap. Murid dan
 penerus Cullen, yaitu seorang Scotland yang bernama Joseph Black 
(1728-1799) berhasil menjelaskan pengertian panas dan suhu, sehingga 
sering dianggap sebagai penemu kalorimetri. Bidang ini akhirnya 
dikembangkan dengan sangat baik oleh para ilmuwan Perancis, seperti 
Pierre Simon de Laplace (1749-1827), Pierre Dulong (1785-1838), Alexis 
Petit (1791-1820), Nicolas Clément-Desormes (1778-1841) dan Victor 
Regnault (1810-1878).  
              
B. Perkembangan Mesin Pendingin Sistem Kompresi Uap
              
                
                  
Tulisan Sadi Carnot 
(1796-1832), seorang Perancis, yang sangat terkenal pada tahun 1824 
menjadi inspirasi bagi banyak penelitian yang dilakukan mengenai 
berbagai konsep termodinamika dan sistem pendinginan, termasuk James 
Prescot Joule (Inggris, 1818-1889), Julios von Mayer (Jerman, 
1814-1878), Herman von Helmholtz (Jerman, 1821-1894), Rudolph Clausius 
(Jerman, 1822-1888), Ludwig Boltzmann (Austria, 1844-1906), dan William 
Thomson (Lord Kelvin, Inggris, 1824-1907).  
 
 | 
                  
 
                          Gambar 1-3. Sadi Carnot 
 
 | 
                
              
                
                   
Penemuan-penemuan
 di atas menjadi awal yang sangat berharga dalam sejarah penemuan 
mesin-mesin pendinginan dan zat-zat pendinginnya. Perkembangan ini 
dimulai dengan mesin pendingin mekanis, setelah seorang Amerika bernama 
Oliver Evans (1755-1819) mampu menjelaskan siklus refrigerasi kompresi 
uap. Pada tahun 1835, seorang Amerika lainnya yang bekerja di Inggris 
yaitu Jacob Perkins (1766-1849) berhasil mendapatkan paten untuk mesin 
pendingin temuannya yang bekerja berdasarkan siklus kompresi uap 
tersebut.   
  
 | 
                  
 
                          Gambar 1-4. Siklus Refrigerari Kompresi Uap 
 
 | 
                
              
Fluida kerja 
(refrigeran) yang digunakan Perkins pada mesin pendinginnya tersebut 
adalah ethyl ether.  James Harrison (1816-1893), seorang Skotlandia yang
 pindah ke Australia, berhasil membuat mesin pendingin yang dapat 
bekerja dengan baik pada skala industrial.  Mesin tersebut dipatenkan 
oleh Harrison pada tahun 1855, 1856, dan 1857.  Mesin pendingin 
Harrison, yang diproduksi di Inggris, masih menggunakan ethyl ether 
sebagai fluida kerja, dan mampu menghasilkan es maupun larutan pendingin
 (refrigeran sekunder).
              
Dengan ditemukannya 
mesin pendingin sistem kompresi uap, terjadi perkembangan yang cepat 
dalam penemuan zat-zat pendingin (refrigeran).  Charles Tellier 
(1828-1913), seorang Perancis, memperkenalkan penggunaan dimethyl ehter 
sebagai refigeran.  Pada tahun 1862, Tellier juga meneliti penggunaan 
amonia (NH3) sebagai refrigeran, meskipun penggunaannya secara luas pada
 skala industrial baru dapat dilakukan oleh seorang Jerman Carl von 
Linde (1842-1934). Refrigeran amonia masih banyak digunakan hingga 
sekarang, khususnya pada industri pembekuan pangan.  
              
Thaddeus Lowe 
(1832-1913) mulai menggunakan karbon-dioksida (CO2) sebagai refrigeran. 
Meskipun sempat ditinggalkan, penggunaan karbon-dioksida belakangan ini 
kembali dikembangkan sebagai refrigeran yang ramah lingkungan. 
Sulfur-dioksida (SO2) pertama kali digunakan sebagai refrigeran oleh 
ahli fisika Swiss Raoul Pierre Pictet (1846-1929), tetapi akhirnya tidak
 digunakan lagi sesaat sebelum perang dunia II.  Metil-klorida (Ch3Cl) 
juga digunakan oleh orang Perancis C. Vincent  sebagai refrigeran pada 
tahun 1878, meskipun akhirnya hilang dari peredaran pada tahnun 1960-an.
              
Didasarkan pada hasil 
penelitian Swarts yang dilakukan selama kurun 1893-1907 di Ghent, suatu 
tim peneliti Frigidaire Corporation di Amerika, yang dipimpin oleh 
Thomas Midgley berhasil mengembangkan refrigeran fluoro-carbon pertama 
pada tahun 1930.  Refrigeran fluoro-carbon dianggap sebagai refrigeran 
yang aman karena tidak bersifat toksik dan tidak mudah terbakar.  
Refrigeran CFC (chloro-fluoro-carbon) pertama, yaitu R12 (CF2Cl2) mulai 
dilepas ke pasar pada tahun 1931, diikuti dengan refrigeran HCFC 
(hidro-chloro-fluoro-carbon) pertama, yaitu R22 (CHF2Cl) pada tahun 
1934.  Pada tahun 1961, campuran azeotropik pertama, yaitu R502 
(R22/R115), diperkenalkan ke pasar sebagai refrigeran.  
              
Refrigeran CFC, 
khususnya R12, dianggap sebagai zat yang sangat istimewa sebagai fluida 
kerja mesin pendingin sistem kompresi uap, hingga pemenang Nobel dari 
Amerika (F.S. Rowland dan M.J. Molina) mempublikasikan hasil 
penelitiannya pada tahun 1974.  Rowland dan Molina menyimpulkan bahwa 
klorin yang dilepaskan oleh zat halogenasi hidrokarbon menyebabkan 
terjadinya perusakan lapisan ozon di angkasa.  Untuk menganggapi temuan 
ini, pada tahun 1987 telah disepakati Protokol Montreal mengenai 
pelarangan penggunaan zat-zat yang bersifat merusak lapisan ozon. 
              
Refrigeran CFC dan HCFC
 termasuk pada kategori zat perusak ozon, sehingga penggunaannya sebagai
 refrigeran juga dilarang.  Sebagai gantinya, disarankan penggunaan HFC 
(hidro-fluoro-carbon), yaitu refrigeran yang dihalogenasi tapi tidak 
diklorinasi.  Akan tetapi, refrigeran HFC, baik yang murni (R134a) 
maupun campurannya (R410A, R407A, R404A, dll), juga menimbulkan efek 
lingkungan yaitu pemanasan global.  Pada Protokol Kyoto, yang 
ditanda-tangani pada 11 Desember 1997, refrigeran HFC termasuk zat yang 
dilarang peredarannya karena menyebabkan pemanasan global.  Indonesia, 
sebagai negara yang ikut meratifikasi Protokol Montreal maupun Protokol 
Kyoto, berkewajiban untuk melaksanakan setiap fasal dalam protokol yang 
disepakati tersebut. 
              
                
                  
Perkembangan
 lain dalam sistem kompresi uap adalah pada komponen peralatannya.  Pada
 awalnya mesin pendingin sistem kompresi uap menggunakan kompresor 
dengan piston yang besar dan lambat, tetapi sejak akhir abad ke-19 
berubah menjadi lebih ringan dan cepat.  Pada tahun 1934 A. Lysholm 
berhasil mengembangkan kompresor ulir dengan rotor ganda di Swedia, 
sedangkan pada tahun 1967 B. Zimmern mengembangkan kompresor ulir rotor 
tunggal di Perancis.  
 | 
                  
 
                          Gambar 1-5. Kompresor 
 
 | 
                
              
Kompresor scroll 
sebenarnya telah dipatenkan oleh seorang Perancis bernama Leon Creux 
pada tahun 1905, tetapi baru dapat dikembangkan pada tahun 1970-an.  
Kompresor sentrifugal dikembangkan atas dasar penelitian seorang 
Perancis bernama Auguste Rateau tahun 1890 dan orang Amerika bernama 
Willis Carrier tahun 1911.  Kompresor hermetik dikembangkan untuk 
mengatasi kebocoran refrigeran oleh Father Audiffren pada tahun 1905 di 
Perancis, dan digunakan sangat banyak saat ini.
              
C. Perkembangan Sistem Pendingin Lainnya
              
Perkembangan sistem 
pendingin selain sistem kompresi uap dipicu oleh kemajuan yang dicapai 
dalam bidang termodinamika yang sangat pesat pada abad ke-19.  Kemajuan 
ini dimulai dari penelitian mengenai gas oleh ahli fisika Inggris Boyle,
 disusul oleh Edme Mariotte (1620-1684), Jacques Charles (1746-1823) dan
 Louis Joseph Gay-Lussac (1778-1850), hingga penelitian mengenai mesin 
uap yang dilakukan oleh orang Skotlandia bernama James Watt 
(1736-1819).  Ilmuwan Perancis Sadi Carnot (1796-1832) akhirnya 
mempublikasikan hasil karyanya yang menjadi inti Hukum Termodinamika 
Kedua pada tahun 1824.  Berbagai penelitian mengenai teknik pendinginan 
sangat banyak dilakukan sebagai dampak dari kemajuan termodinamika ini.
              
Disamping mesin 
pendingin sistem kompresi uap, sebagaimana dijelaskan di atas, berbagai 
sistem pendingin lain juga ditemukan selama abad ke-19.  Salah satu 
diantaranya adalah sistem pendingin siklus gas yang muncul akibat 
penemuan ”mesin udara” siklus terbuka oleh John Gorrie (1803-1855), 
seorang dokter Amerika.  Gorrie mematenkan penemuan tersebut setelah 
berhasil mendiningkan brine ke suhu -7 oC pada tahun 1850 dan 1851.  
Alexander Kirk (1830-1892) berhasil mengembangkan mesin siklus tertutup 
yang dapat mendinginkan hingga suhu -13 oC pada tahun 1864.  Mesin ini 
didasarkan pada motor udara panas yang dikembangkan oleh pastor 
Skotlandia Robert Stirling pada tahun 1837.
              
                
                  
 
                          Gambar 1-6. Termoelectric cooling 
 | 
                  
Pada
 tahun 1834, Ahli fisika Perancis Jean Charles Peltier (1785-1845) 
menemukan bahwa aliran arus searah yang melalui jembatan dua logam dapat
 menyebabkan pendinginan pada salah satu logam dan pemanasan pada logam 
lainnya.  Sampai tahun 1940-an, sistem termoelektrik hanya dianggap 
sebagai keingin-tahuan ilmiah, hingga berkembangnya pengetahuan mengenai
 semi-konduktor.  Akan tetapi, hingga sekarang penggunaan sistem 
pendingin termoelektrik secara komersial relatif sangat kecil. 
 | 
                
              
Salah satu sistem 
pendingin yang berkembang dengan baik, disamping sistem kompresi uap, 
adalah sistem absorbsi.  Mesin pendingin sistem absorbsi kontinyu yang 
pertama ditemukan pada tahun 1859 oleh seorang Perancis bernama 
Ferdinand Carré (1824-1900). Mesin temuan Carré ini menggunakan air 
sebagai absorber dan amonia sebagai refrigeran.  Sistem absorbsi 
tak-kontinyu sebenarnya lebih dulu dikembangkan (hasil temuan saudara 
Ferdinand Carré yang bernama Edmond Carré pada tahun 1866), tetapi tidak
 terlalu berhasil.  Pada tahun 1913, seorang Jerman bernama Edmund 
Altenkirch berhasil mempelajari dan menjelaskan sifat termodinamik 
sistem ini dengan rinci.  Pada tahun 1940-an, sistem absorbsi dengan 
litium-bromida sebagai absorber dan air sebagai refrigeran berhasil 
dikembangkan di Amerika, sebagai modifikasi dari sistem yang 
dikembangkan oleh Carré.  Sistem absorbsi litium-bromida-air ini banyak 
digunakan dalam bidang pengkondisian udara.